4 Pelajaran Dari Kisah Nabi Adam
Di antara pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Adam, sebagaimana Syekh Abdul Wahhab an-Najjar dalam kitabnya “Qasas al-Anbiya” hal 40 adalah sebagai berikut:
Pertama, Allah terkadang menutupi sirr hikmah-Nya dari makhluk-Nya yang paling dekat sebagaimana ditutupinya hikmah dijadikan dan dipilihnya Nabi Adam sebagai khalifah dibandingkan malaikat. Sehingga mereka penasaran dan ingin mengetahui hikmahnya (dengan bertanya) kemudian.
Kedua, pertolongan “inayah” Allah dapat membuat sesuatu yang tadinya terlihat hina menjadi agung seketika. Sebagaimana ketika “inayah” tersebut dihadapkan kepada tanah liat yang merupakan asal penciptaan dari Nabi Adam (dan semua manusia).
Dengan inayah-Nya, Allah menjadikan tanah liat yang merupakan sesuatu yang terlihat remeh dan hina menjadi seorang manusia dan memperlihatkan sirr dari kuasa, hikmah dan pengetahuan-Nya yang luas. Dengan Allah kemudian memberikan (secuil) pengetahuannya kepada Adam “sesuatu” yang membuat malaikat mengakui ketidak mampuan mereka untuk memahaminya.
Ketiga, sebuah peringatan bahwa ketika manusia diberi kehormatan dan kemuliaan, dengan wataknya yang lemah (terkadang) dapat menjerumuskannya kepada kelalaian dan melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan.
Hal tersebut sebagaimana yang terjadi pada Nabi Adam ketika ia mendapatkan kehormatan dari Allah Ta’ala dengan diperintahkannya malaikat untuk sujud (hormat) kepadanya, dibebaskannya ia di dalam surga dan lainnya.
Namun kemudian lalai dengan melanggar perintah Allah dengan memakan buah dari pohon yang dilarang dengan mengikuti bujuk rayu iblis yang merupakan musuh terbesarnya.
Keempat, sebuah kabar baik bahwa dengan rahmat Allah yang luas tidak diperkenankan bagi mereka yang melakukan sesuatu yang menyimpang dari perintah-Nya untuk berputus asa dari rahmat-Nya. Sebagaimana yang terjadi pada Nabi Adam As yang diterima taubatnya oleh Allah setelah ia lalai dengan melanggar perintah-Nya.
Dengan syarat ketika seorang manusia melakukan maksiat, ia kembali kepada Allah dengan membawa penyesalan, meminta ampunan dan benar-benar melepas diri dari dosa yang ia lakukan.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat az-Zumar ayat 53;
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِيْنَ أَسْرَفُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ, إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Sebagaimana dapat dipahami dari penjelasan Syekh Abdul Wahhab an-Najjar di atas, semua hal yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia, seberat dan sesulit apapun itu mustilah menyimpan hikmah dan pelajaran yang berharga di dalamnya.
Oleh karenanya, sangatlah tidak patut bagi manusia untuk menyalahkan keadaannya sekarang, sesulit dan seberat apapun itu, karena boleh jadi terdapat hikmah yang sarat akan pelajaran di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar